Rofik Hananto: Perpres BBM Harus Perbaiki Distribusi BBM Bersubsidi

    Rofik Hananto: Perpres BBM Harus Perbaiki Distribusi BBM Bersubsidi
    Anggota Komisi VII DPR RI Rofik Hananto

    JAKARTA - Menyusul revisi Perpres No.191/2014 yang mengatur BBM bersubsidi, diharapkan distribusi BBM bersubsidi kian membaik, sehingga tepat sasaran. BBM bersubsidi sangat terbatas volumenya, sehingga butuh regulasi yang memadai.

     

    Anggota Komisi VII DPR RI Rofik Hananto mengemukakan pandangannya saat diwawancarai media, Jumat (29/7/2022). "Saya belum tahu persis isi revisinya, tetapi bayangan saya, revisi Perpres harus dapat memperbaiki distribusi BBM. Khusus yang sifatnya penugasan seperti pertalite dan solar harus lebih tepat sasaran karena volumenya terbatas."

     

    Menurut Rofik, pertalite dan solar merupakan Jenis Bahan Bakar Khusus Penugasan (JBKP) yang distribusinya diatur dan diawasi oleh BPH Migas. Stok pertalite memang kerap kehabisan di sejumlah SPBU. Ini dilatari pergeseran penggunaan BBM dari pertamax ke pertalite. Saat stok sudah tersedia, selalu terjadi antrian panjang kendaraan baik roda dua maupun roda empat.

     

    "Selain itu juga ada panic buying dari masyarakat, salah satu faktornya karena kebijakan Pertamina yang akan mewajibkan pembelian pertalite dengan aplikasi MyPertamina per 1 Agustus 2022 nanti untuk kendaraan roda empat, " urai politisi PKS tersebut. Sementara itu, ia mengungkapkan, stok solar di dapilnya (Purbalingga, Banjarnegara, Kebumen) masih aman, karena sudah ada penambahan stok alokasi subsidi.

     

    Ditanya soal perang Rusia-Ukraina yang berdampak langsung pada kenaikan harga minyak dunia dan pola konsumsi BBM, Rofik berpandangan, pada sisi produksi, kalau dilihat pergerakan harga minyak mentah dunia, khususnya Brent, trennya memang meningkat. Sejak 24 Februari 2022 ketika Rusia menyerang Ukraina, harga terus berada di level baru yang lebih tinggi.

    "Memang terjadi lonjakan sesaat di awal perang dan fluktuatif naik turun selama beberapa bulan, tetapi secara umum tetap bertengger di level yang lebih tinggi dari sebelum perang Rusia-Ukraina, " katanya. Sementara pada sisi konsumsi, dia melanjutkan, di dalam negeri, disparitas harga antara pertamax (Rp12.500 - 12.750) dan pertalite (Rp7.650) cukup besar. Wajar kalau terjadi pergeseran konsumsi dari pertamax ke pertalite, khususnya bagi warga yang daya belinya masih terbatas.

     

    "Tapi pemerintah sudah merevisi asumsi harga minyak ICP menjadi USD100, sehingga terjadi penambahan anggaran subsidi. Jadi, harga pertalite yang merupakan JBKP (jenis BBM khusus penugasan) tidak perlu naik harganya. Namun, karena ada pergeseran konsumsi dari pertamax, maka volume pertalite yang tersedia akan cepat habis di SPBU, " tutup Rofik. (mh/aha)

    rofik hananto dpr ri pks komisi vii
    Administartor

    Administartor

    Artikel Sebelumnya

    Arwan M. Aras Dukung Peningkatan Desa Wisata...

    Artikel Berikutnya

    Novita Wijayanti Apresiasi Progres Pembangunan...

    Berita terkait

    Rekomendasi

    Permendikbudristek 44/2024: Dorong Profesionalisme dan Kesejahteraan Dosen
    Konsekuensi Hukum bagi Jurnalis yang Lakukan Framing, Fitnah, dan Informasi Menyesatkan dalam Publikasi Opini
    Akibat Hukum Jurnalis Berpihak: Ketika Etika dan Hukum Dilanggar demi Kepentingan
    Rekognisi Profesor Melalui Kolaborasi Internasional Universitas Mercu Buana - Universiti Tun Hussein Onn Malaysia
    Lembaga Advokasi Konsumen DKI Jakarta Somasi Apartemen Green Cleosa Ciledug

    Ikuti Kami